Masuk kembali ke menu SPT dan pilih Formulir Induk 1111, kemudian pilih bagian II.H, Klik 1.2 Butir II.F, Butir 2.1 Selain PKP Pasal 9 ayat 4b (PPN), dan klik butir 3.1 dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. • Masuk ke bagian VI, isi tempat dan tanggal yang sesuai tanggal hari pembetulan SPT, kemudian pilih Simpan.

Pertanyaan PERKENALKAN, saya manajer akuntansi dan pajak di perusahaan yang bergerak di bidang pabrikan makanan kaleng. Saya ingin bertanya, setelah berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja, bagaimana perubahan mekanisme pengkreditan pajak masukan atas perusahaan yang belum beroperasi? Perusahaan kami berencana mendirikan anak perusahaan yang dikhususkan untuk produksi minuman kaleng. Mohon penjelasannya. Terima kasih. Dimas, Jakarta. Jawaban TERIMA kasih Bapak Dimas atas pertanyaannya. Seperti yang diketahui bersama, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja UU Ciptaker. UU Ciptaker merupakan omnibus law yang mengubah beberapa undang-undang sekaligus, termasuk di antaranya UU PPN yang diatur dalam Pasal 112 UU Ciptaker. Sebelumnya, ketentuan pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak PKP yang belum berproduksi diatur dalam Pasal 9 ayat 2a UU PPN. Dalam Pasal tersebut, pajak masukan yang dapat dikreditkan hanya atas perolehan dan/atau impor barang modal. Selain itu, ditegaskan pula perolehan barang kena pajak BKP selain barang modal atau jasa kena pajak JKP sebelum PKP berproduksi tidak dapat dikreditkan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat 8 huruf j UU PPN. Lalu, PKP dapat mengajukan restitusi atas kelebihan pajak masukan pada setiap masa pajak sesuai dengan Pasal 9 ayat 4b huruf f UU PPN. Terakhir, Pasal 9 ayat 6a UU PPN mengatur pajak masukan, yang telah dikreditkan dan telah direstitusi, wajib dibayar kembali apabila PKP tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama tiga tahun sejak masa pajak pengkreditan pajak masukan dimulai. Detail teknisnya diatur dalam peraturan menteri keuangan PMK sesuai Pasal 9 ayat 6b UU PPN. Setelah berlaku per 2 November 2020 maka Pasal 112 UU Ciptaker mengubah beberapa ketentuan dalam UU PPN, termasuk di antaranya Pasal 9. Adapun perubahan pertama yang perlu kita amati adalah terkait Pasal 9 ayat 6b UU PPN yang telah dihapus. Artinya, ketentuan detail teknis tentang pengkreditan pajak masukan bagi PKP yang belum berproduksi tidak lagi diatur oleh PMK, tetapi diatur sepenuhnya dalam UU PPN ini. Setelah itu, barulah kita mencermati Pasal 9 ayat 2a UU PPN pascaberlakunya UU Ciptaker. Berdasarkan pasal tersebut, bagi PKP yang belum melakukan penyerahan maupun ekspor BKP dan/atau JKP, pajak masukan – atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean –dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan UU ini. Berdasarkan ketentuan di atas, pengkreditan pajak masukan berlaku untuk seluruh BKP dan/atau JKP, tidak hanya terbatas pada perolehan dan/atau impor barang modal. Hal ini selaras dengan penghapusan ketentuan dalam Pasal 9 ayat 8 huruf j UU PPN pascaberlakunya UU Ciptaker. Selanjutnya, ketentuan dalam Pasal 9 ayat 4b huruf f UU PPN tentang pengajuan restitusi atas kelebihan pajak masukan pada setiap masa pajak juga dihapus. Artinya, pengajuan restitusi hanya dapat dilakukan pada akhir tahun buku sesuai Pasal 9 ayat 4a UU PPN. Kemudian, Pasal 9 ayat 6a UU PPN juga mengalami perubahan. Apabila sampai dengan jangka waktu tiga tahun – sejak masa pajak pengkreditan pertama kali pajak masukan sebagaimana dimaksud pada ayat 2a – PKP belum melakukan penyerahan maupun ekspor BKP dan/atau JKP terkait dengan pajak masukan tersebut, pajak masukan yang telah dikreditkan dalam jangka waktu tiga tahun tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan. Namun, sesuai ketentuan dalam pasal tersebut, bagi sektor usaha tertentu dapat ditetapkan lebih dari tiga tahun sesuai Pasal 9 ayat 6c UU PPN. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi PKP yang melakukan pembubaran pengakhiran usaha, melakukan pencabutan PKP, atau dilakukan pencabutan PKP secara jabatan dalam jangka waktu tiga tahun sejak masa pajak pengkreditan pertama kali pajak masukan sesuai Pasal 9 ayat 6d UU PPN. Selanjutnya, Pasal 9 ayat 6e UU PPN mengatur pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat 6a wajib dibayar kembali ke kas negara oleh PKP, dalam hal PKP telah menerima restitusi atas pajak masukan dimaksud; dan/atau telah mengkreditkan pajak masukan dimaksud dengan pajak keluaran yang terutang dalam suatu masa pajak; dan/atau tidak dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya dan tidak dapat diajukan permohonan pengembalian setelah jangka waktu tiga tahun sebagaimana dimaksud pada ayat 6a berakhir atau pada saat pembubaran pengakhiran usaha atau pencabutan PKP – sebagaimana dimaksud pada ayat 6d oleh PKP –, dalam hal PKP melakukan kompensasi atas kelebihan pembayaran pajak dimaksud. Kemudian, Pasal 9 ayat 6f UU PPN mengatur pembayaran kembali pajak masukan sebagaimana dimaksud pada ayat 6e huruf a dilakukan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu tiga tahun sebagaimana dimaksud pada ayat 6a; akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu bagi sektor usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 6c; atau akhir bulan berikutnya setelah tanggal pembubaran pengakhiran usaha atau pencabutan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat 6d. Terakhir, Pasal 9 ayat 6g UU PPN mengatur dalam hal PKP tidak melaksanakan kewajiban pembayaran kembali sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 6f, dirjen pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB atas jumlah pajak yang seharusnya dibayar kembali sebagaimana dimaksud pada ayat 6e huruf a oleh PKP, ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 2a UU KUP. Demikian jawaban kami. Semoga membantu. Disclaimer
KategoriPKP yang bisa mengajukan restitusi PPN lebih bayar setiap masa pajak diatur dalam Pasal 9 Ayat 4B Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2009 atau UU PPN. Kategori PKP yang tertera dalam Pasal 9 Ayat 4B antara lain: PKP yang melakukan ekspor BKP berwujud. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN. Ilustrasi PKP pasal 9 ayat 4b Foto UnsplashPKP Pasal 9 ayat 4b merupakan bagian dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Pasal ini membahas kelebihan pajak Pasal 9 ayat 4b juga memuat persyaratan terkait Pengusaha Kena Pajak PKP yang diperkenankan mengajukan restitusi. Pasal ini berkaitan dengan ketentuan yang dibahas dalam Pasal 9 ayat 4 dan bunyi PKP Pasal 9 ayat 4b dan apa maknanya? Simak penjelasannya di bawah PKP pasal 9 ayat 4b Foto PixabayBunyi PKP Pasal 9 ayat 4bSeperti dikatakan di awal, PKP Pasal 9 ayat 4b berkaitan dengan Pasal 9 ayat 4 serta 4a. Berikut bunyi ketiga pasal tersebut yang dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan4 Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.4a Atas kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku.4b Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dan ayat 4a, atas kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak oleh Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; b. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;c. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;d. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; e. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau f. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat 2a.Ilustrasi PKP pasal 9 ayat 4b Foto PixabayMakna PKP Pasal 9 ayat 4bMengutip buku Kodifikasi Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai karangan Jaja Zakaria, SH, M. Sc. 2018, Pasal 9 ayat 4 dan 4a menjelaskan bahwa dalam suatu Masa Pajak, dapat terjadi Pajak Masukan yang bisa dikreditkan lebih besar daripada Pajak Pajak Masukan tersebut tidak bisa diminta kembali pada Masa Pajak bersangkutan, namun bisa dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Kendati demikian, jika kelebihan Pajak Masukan terjadi pada masa akhir tahun buku, maka kelebihan Pajak Masukan bisa diajukan permohonan pengembalian restitusi.Sementara itu dalam PKP Pasal 9 ayat 4b dijelaskan bahwa terdapat pengecualian, yakni PKP yang memenuhi syarat diizinkan untuk mengajukan restitusi pajak setiap masa Pajak Pertambahan Nilai PPN.Ilustrasi PKP pasal 9 ayat 4b Foto PixabayApa Itu Restitusi Pajak?Restitusi pajak merupakan kelebihan pembayaran pajak yang harus dikembalikan negara kepada wajib pajak. Wajib pajak dapat mengajukan restitusi kepada direktur jenderal pajak, seperti tercatat dalam Pasal 17B Undang-undang informasi dari buku Kreatif Gali Sumber Pajak tanpa Bebani yang ditulis oleh Ir. Irwansyah Lubis, SE, 2013, terdapat beberapa hal penting yang berkaitan dengan restitusi, antara lainRestitusi dapat diajukan pada akhir tahun pada setiap masa pajak hanya dapat diajukan oleh PKP tertentu Pasal 9 ayat 4b UU PPN, yaitu PKP yang melakukan ekspor, penyerahan kepada pemungut PPN, atau penyerahan yang mendapatkan fasilitas PPN tidak kepada PKP berisiko rendah, dilakukan dengan pengembalian pendahuluan kelebihan Itu PKP Pasal 9 Ayat 4b?Apa yang Dimaksud dengan Restitusi Pajak?Restitusi Pajak Diajukan Kepada Siapa? Denganmemilih atau mencentang bagian pada formulir SPT oleh PKP Pasal 9 ayat (4b) PPN atau Selain PKP Pasal 9 Ayat (4b) PPN, maka SPT Masa PPN 1111 dapat tersimpan dan file CSV telah berhasil dibentuk. Itulah penjelasan tentang error ETAX 50003 dan sekilas tentang PKP Pasal 9 ayat 4b serta solusi mengatasi ETAX API 5003 pada e-Faktur. PKP Pasal 9 Ayat 4B merupakan rujukan bagi Pengusaha Kena Pajak PKP yang menjadi pengecualian terhadap ketentuan yang tercantum dalam Pasal 9 Ayat 4 dan 4A UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Undang-undang tersebut juga dikenal luas sebagai UU PPN dan PPnBM. Pada Pasal 9 Ayat 4 dan 4A, tertulis bahwa apabila dalam satu masa pajak diketahui pajak masukan yang dikreditkan bernilai lebih besar daripada pajak keluaran, maka hal ini akan dianggap sebagai kelebihan pembayaran pajak yang bisa dialihkan ke masa pajak selanjutnya. Tidak hanya itu, PKP juga diperbolehkan untuk mengajukan restitusi. Lalu, pasal ini juga mengukuhkan pengecualian yang sudah disebutkan. Bagi PKP yang memenuhi syarat, mereka memiliki hak untuk melakukan pengajuan restitusi pajak setiap masa PPN. Lantas, bagaimana prosedur lengkapnya? Kategori PKP Pasal 9 Ayat 4B Terdapat kategori yang bisa dikenakan oleh pasal ini yaitu kategori yang dapat diperhitungkan dalam pengajuan restitusi pajak tadi. Berikut ini penjelasan mengenai kategori untuk PKP yang melakukan; Ekspor Barang Kena Pajak BKP BKP/Jasa Kena Pajak BKP/JKP ke pemungut BKP/JKP dengan PPN yang tidak BKP tidak PKP dalam tahap berproduksi. Dengan begini, semakin jelas kalau hanya PKP yang melakukan kegiatan di atas yang dapat atau dianggap memenuhi syarat untuk mengajukan restitusi pajak. Hal ini sesuai dengan PKP Pasal 9 Ayat 4B dan Ayat 4C yang membahas kategori PKP berisiko rendah di atas. Ini juga disahkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/ yang mencantumkan bahwa percepatan restitusi untuk kelebihan pembayaran PPN di setiap masa pajak bisa diberikan pada PKP yang tertera di atas. Baca juga Kenali Syarat PKP Berikut Ini Syarat-Syarat PKP Pasal 9 Ayat 4B Selain memenuhi satu atau lebih dari kategori yang tadi sudah dibahas, ada syarat lainnya untuk penerapan pasal PKP ini. Syarat ini diatur sebagai PKP Berisiko Rendah. Perlu Anda ketahui, PKP Berisiko Rendah merujuk pada perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. PKP Berisiko Rendah juga termasuk perusahaan yang kepemilikan saham mayoritasnya dimiliki langsung oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. PKP Berisiko Rendah juga mencakup PKP yang sudah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan sebagaimana ketentuan PMK dan PKP yang ditetapkan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat OEB. Secara lengkap, PKP Berisiko Rendah pun meliputi produsen selain PKP yang punya tempat produksi atau pabrik. Termasuk juga PKP yang laporan SPT masa pajak PPN memiliki lebih bayar maksimal Rp1 miliar. PKP Pasal 9 Ayat 4B juga harus memenuhi syarat kategori bidang usaha yang sesuai, yakni terbukti melakukan kegiatan ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, menyerahkan BKP/JKP ke pemungut PPN, menyerahkan BKP/JKP dengan PPN yang tidak dipungut, dan juga bagi yang melakukan ekspor JKP. Pengajuan Restitusi Jika sudah memenuhi syarat PKP Pasal 9 Ayat 4B tadi, maka pengajuan restitusi sendiri sudah bisa dilakukan. Ini bisa dilakukan dengan mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam laporan SPT. Kolom yang harus diisi adalah permohonan yang diajukan dari pihak PKP pada Direktorat Jenderal Pajak. Permohonan ini akan diperiksa dengan lebih lanjut memastikan syarat sudah benar terpenuhi. Pemeriksaan termasuk memastikan kalau PKP tidak pernah dipidana untuk kasus perpajakan dalam lima tahun terakhir. Bidang usaha PKP juga akan diperiksa secara saksama guna memastikan kebenaran penulisan serta perhitungan pajak. Waktu pengecekan yang dibutuhkan cukup lama, bisa mencapai 1 bulan untuk memastikan pengajuan restitusi sudah sesuai dengan yang terkandung dari pasal tersebut. Setelah itu, restitusi pun sudah bisa dilanjutkan. Itulah penjelasan tentang PKP Pasal 9 Ayat 4B. Untuk membantu Anda dalam mengurus dan melapor pajak, gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Semoga informasi ini bermanfaat! Ketikarekan akan melaporkan SPT masa PPN dengan status Lebih bayar atau biasa kita kenal dengan istilah SPT LB maka pastikan anda mengetahui apa itu PKP pas
KONSULTASI PAJAK Rabu, 12 Agustus 2020 1434 WIB Pertanyaan SAYA saat ini bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang tekstil. Pangsa pasar kami adalah ekspor ke negara-negara tetangga. Kami melaporkan SPT masa PPN kami dengan kondisi lebih bayar dan mengkompensasikannya ke masa pajak berikutnya. Kami berencana mengajukan restitusi atas kelebihan pembayaran PPN kami. Dari UU PPN yang kami ketahui, perusahaan kami sebenarnya dapat mengajukan restitusi kelebihan pembayaran PPN setiap bulan. Yang ingin kami tanyakan, bagaimana cara melakukan restitusi setiap bulan tersebut? Apakah ada perbedaan dalam hal risiko sanksi dengan restitusi yang dilakukan pada akhir tahun buku dalam bulan-bulan sebelumnya kami kompensasikan? Andreas, Jakarta. Jawaban TERIMA kasih atas pertanyaannya Bapak Andreas. Dalam UU PPN, memang terdapat klausul yang mengatur tentang restitusi PPN yang dapat dimintakan setiap bulannya. Pasal 9 ayat 4, 4a, dan 4b UU PPN mengatur “4 Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. 4a Atas kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. 4b Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimasud pada ayat 4 dan ayat 4a, atas kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut; Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat 2a.” Berdasarkan ketentuan di atas, perusahaan Bapak sebagai perusahaan yang melakukan ekspor BKP berwujud yaitu tekstil, termasuk ke dalam kriteria yang diperbolehkan untuk mengajukan restitusi setiap masa pajak. Adapun cara melakukan restitusinya adalah perusahaan Bapak melakukan pembetulan SPT masa PPN untuk setiap masa pajak yang akan diajukan restitusi, dengan Formulir 1111 Induk Bagian H dicentang sebagai berikut Mengingat perusahaan Bapak sebelumnya selalu mengkompensasikan kelebihan pajak masukan ke dalam masa pajak berikutnya, maka perusahaan Bapak harus melakukan pembetulan SPT masa PPN dari masa pajak yang perusahaan Bapak ingin melakukan restitusi, hingga ke masa pajak terakhir di mana SPT masa PPN dilaporkan. Sebagai ilustrasi, perusahaan Bapak ingin melakukan restitusi setiap bulannya dimulai pada masa pajak Januari 2020. Dengan demikian, pembetulan SPT masa PPN dimulai dari masa pajak Januari 2020 hingga masa pajak Juni 2020 dengan asumsi seluruh SPT masa PPN dilaporkan tepat waktu. Adapun untuk SPT masa PPN sebelum masa pajak Januari 2020 tidak perlu dilakukan pembetulan dikarenakan perusahaan Bapak ingin memulai restitusi pada Januari 2020. Selanjutnya, permohonan restitusi yang diajukan perusahaan Bapak akan ditindaklanjuti dengan proses pemeriksaan. Pemeriksaan ini berlaku baik untuk restitusi pada akhir tahun buku maupun restitusi pada setiap masa pajak. Hal ini sesuai dengan Pasal 17B ayat 1 UU KUP yang berbunyi “Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 dua belas bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.” Aturan dimaksud juga dipertegas dalam Pasal 4 ayat 1 huruf a Peraturan Menteri Keuangan No. 17/ tentang Tata Cara Pemeriksaan yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 184/ PMK 184/2015 sebagai berikut “Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilakukan dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut a. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP;” Selanjutnya, dalam proses pemeriksaan, dapat saja terjadi SPT masa PPN yang dimintakan restitusi justru berujung pada adanya pajak yang kurang dibayar. Dalam kasus tersebut, terdapat perbedaan risiko pajak dalam restitusi pada akhir tahun buku dengan restitusi pada setiap masa pajak. Untuk restitusi pada akhir tahun buku, risiko yang muncul dapat dilihat pada Pasal 13 ayat 1 huruf c UU KUP sebagai berikut “Dalam jangka waktu 5 lima tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut … c. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% nol persen;” Adapun sanksi dari Pasal 13 ayat 1 huruf c UU KUP merujuk pada Pasal 13 ayat 3 huruf c UU KUP yang berbunyi “Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar … c. 100% seratus persen dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.” Sedangkan untuk restitusi setiap masa pajak, risiko yang muncul dapat dilihat pada Pasal 13 ayat 1 huruf a UU KUP sebagai berikut “Dalam jangka waktu 5 lima tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;” Lebih lanjut, sanksi dari Pasal 13 ayat 1 huruf a UU KUP merujuk pada Pasal 13 ayat 2 UU KUP yang berbunyi “Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% dua persen per bulan paling lama 24 dua puluh empat bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.” Demikian jawaban kami, semoga membantu.* Disclaimer Cek berita dan artikel yang lain di Google News. Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Pasal9 ayat (4), (4a), dan (4b) UU PPN mengatur: " (4) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. PKP Pasal 9 Ayat 4B merupakan PKP yang diperbolehkan mengajukan restitusi setiap masa pajak. Seperti apa kategori PKP Pasal 9 Ayat 4B? Simak artikel singkat berikut. Pengertian PKP Pasal 9 Ayat 4B PKP Pasal 9 Ayat 4B merupakan istilah bagi Pengusaha Kena Pajak PKP yang mendapat pengecualian dari ketentuan yang tertuang dalam Pasal 9 Ayat 4 dan 4A Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah UU PPN dan PPnBM. Dalam Pasal 9 Ayat 4 dan 4A UU PPN dan PPnBM tertulis bahwa jika dalam suatu masa pajak ternyata pajak masukan yang dikreditkan lebih besar ketimbang pajak keluaran, maka atas kelebihan tersebut diakui sebagai kelebihan pembayaran pajak yang dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Selain itu, atas kelebihan tersebut, PKP diperkenankan mengajukan restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak pada akhir tahun buku. Namun, pada Pasal 9 Ayat 4B disebutkan adanya pengecualian dimana PKP yang memenuhi perysaratan diperbolehkan mengajukan restitusi pajak setiap masa PPN. Nah, yang diperbolehkan mengajukan restitusi setiap masa adalah PKP Pasal 9 Ayat 4B. Did you know that you can pay your PPN tax on OP? Learn more here Persyaratan PKP Pasal 9 Ayat 4B Kategori PKP Pasal 9 Ayat 4B merupakan PKP yang diperkenankan mengajukan restitusi setiap masa PPN, antara lain PKP yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak BKP berwujud. PKP yang melakukan penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak BKP/JKP kepada pemungut PPN. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang PPN-nya tidak dipungut. PKP yang melakukan ekspor BKP tidak berwujud. PKP yang melakukan ekspor JKP. PKP dalam tahap belum berproduksi. PKP yang masuk dalam enam kategori inilah yang masuk dalam PKP Pasal 9 Ayat 4B, yang bisa mengajukan restitusi pajak setiap masa. Keenam kategori PKP Pasal 9 Ayat 4B ini juga termasuk dalam kategori PKP beresiko rendah dan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 39/ diberikan pengembalian pendahuluan atau percepatan restitusi atas kelebihan pembayaran PPN pada setiap masa pajak. Jadi, PKP Pasal 9 Ayat 4B diperbolehkan mengajukan percepatan restitusi pada setiap masa pajak dengan menggunakan pedoman-pedoman PKP beresiko rendah seperti yang tertuang dalam PMK 39/ Syarat PKP Pasal 9 Ayat 4B Sebagai PKP Beresiko Rendah Syarat PKP Pasal 9 Ayat 4B yang merupakan PKP beresiko rendah adalah sebagai berikut Perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. Perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. PKP yang telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan sesuai dengan ketentuan dalam PMK yang mengatur mengenai mitra utama kepabeanan. PKP yang ditetapkan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat OEB. Produsen selain PKP yang memiliki tempat kegiatan produksi atau memiliki pabrik. PKP yang menyampaikan Surat Pemberitahuan SPT masa pajak PPN dengan besaran lebih bayar maksimal Rp 1 miliar. PKP yang masuk dalam kategori PKP beresiko rendah juga harus memenuhi kategori bidang usaha yang sesuai dengan persyaratan PKP Pasal 9 Ayat 4B, yakni Menjalankan kegiatan ekspor BKP berwujud. Melakukan penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN. Melakukan penyerahan BKP/JKP yang PPN-nya tidak dipungut; Melakukan kegiatan ekspor BKP tidak berwujud. Melakukan kegiatan ekspor JKP. Learn how to create PPN Faktur on e-Faktur Pengajuan Restitusi Bagi PKP Pasal 9 Ayat 4B Untuk memperoleh restitusi, PKP Pasal 9 AYat 4B yang juga masuk kategori PKP beresiko rendah diharuskan mengajukan permohonan. Pengajuannya dengan cara mengisi kolom “Pengembalian Pendahuluan” dalam SPT masa pajak PPN. Setelah mengajukan pemrohonan, Direktorat Jenderal Pajak DJP akan melakukan pemeriksanaan formal, yang meliputi Pemeriksanaan atas status pengusaha kena pajak beresiko rendah. PKP tidak sedang menjalani pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 5 tahun terakhir. Setelah melakukan pemeriksaan formal terkait status PKP, DJP kemudian melanjutkan dengan melakukan pemeriksaan terkait Bidang usaha PKP, apakah sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Ayat 4B. Memastikan kebenaran penulisan dan penghitungan pajak. Pajak Masukan yang dikreditkan PKP Pasal 9 Ayat 4B telah dilaporkan dalam SPT masa pajak PPN oleh PKP yang membuat faktur pajak. Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh PKP telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara NTPN. Setelah melakukan pemeriksaan, yang memakan waktu maksimal 1 bulan, DJP akan memutuskan apakah permohonan restitusi disetujui atau tidak. Jika disetujui maka DJP akan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak SKPPKP dan kelebihan pembayaran akan diberikan kepada PKP Pasal 9 Ayat 4B paling lama 7 hari setelah SKPPKP diterbitkan.
KategoriPKP Pasal 9 Ayat 4B merupakan PKP yang diperkenankan mengajukan restitusi setiap masa PPN, antara lain: PKP yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud. PKP yang melakukan penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP) kepada pemungut PPN. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang PPN-nya tidak dipungut.
Kompensasi lebih bayar PPN dilakukan apabila PKP kelebihan menyetor PPN. Seperti apa mekanisme kompensasi lebih bayar ppn dan berapa kali bisa dilakukan? Simak artikel berikut. Terjadinya Kompensasi Lebih Bayar PPN Kompensasi lebih bayar PPN pada e-Faktur sebelumnya didahului dengan kelebihan pembayaran PPN saat Pengusaha Kena Pajak PKP melaporkan Surat Pemberitahuan SPT masa PPN. Kelebihan bayar PPN ini terjadi manakala PKP melaporkan SPT masa PPN diketahui bahwa pajak keluaran, yakni PPN yang dipungut oleh PKP jauh lebih besar ketimbang pajak masukan, yakni PPN yang disetorkan oleh PKP kepada lawan transaksi. Atas kelebihan penyetoran PPN ini PKP akan diminta untuk memilih, antara melakukan restitusi alias meminta kelebihan tersebut, atau mengkompensasikannya ke masa pajak berikutnya. Batas Waktu Kompensasi Lebih Bayar PPN Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, atas kelebihan penyetoran PPN, PKP diberikan pilihan apakah memilih restitusi atau kompensasi. Jika memilih kompensasi, maka kelebihan setoran PPN akan dikompensasikan di masa pajak bulan berikutnya. Kompensasi lebih bayar PPN ini tidak memiliki batas waktu alias bisa terus dikompensasikan ke masa-masa pajak berikutnya. Berbeda dengan SPT Pajak Penghasilan PPh yang masa berlakunya adalah satu tahun, PPN terus bergulir per bulan, tak peduli tahunnya. Alhasil, jika PKP memilih cara kompensasi lebih bayar PPN, maka PKP bisa mengkompensasikan kelebihan bayar tersebut ke bulan-bulan berikutnya. Contohnya pada masa pajak Oktober 2018 PKP memiliki kelebihan bayar PPN sebesar Rp 10 juta, maka ketika PKP tersebut mengambil opsi kompensasi lebih bayar PPN, maka kelebihannya tersebut akan dijadikan pengurang pada SPT masa PPN bulan November 2018. Misalkan pada SPT masa PPN bulan November 2018 ternyata PKP tersebut tercatat kurang bayar sebesar Rp 2 juta, maka kompensasi lebih bayar PPN sebesar Rp 10 juta dari bulan masa pajak Oktober 2018 akan dijadikan pengurang, sehingga statusnya menjadi lebih bayar Rp 8 juta. Nah, PKP juga bisa melakukan kompensasi lebih bayar PPN sebesar Rp 8 juta ini ke masa pajak Desember 2018 dan begitu seterusnya. Perlakuan Kompensasi Lebih Bayar PPN Kompensasi lebih bayar PPN ini tidak bisa begitu saja dilakukan kala PKP ternyata kelebihan menyetor PPN. PKP terlebih dahulu harus melakukan pembetulan SPT masa PPN pada aplikasi e-Faktur. Cara melakukan pembetulan lebih bayar PPN pada aplikasi e-Faktur adalah sebagai berikut Login ke aplikasi e-Faktur, masuk ke “Posting” kemudian pilihan isi masa pajak / bulan yang lebih bayar. Mengisi jumlah faktur pajak masukan yang lebih bayar. klik cek jumlah Pilih Posting Setelah sukses melakukan pembetulan, langkah berikutnya yang harus dilakukan antara lain Pilih Posting Perbarui tampilan Klik masa pajak yang ada jumlah pembetulannya Membuka STP untuk diubah Jika sudah diperbarui masa pajaknya, pengguna e-Faktur masuk kembali ke SPT, masuk ke Formulir Lampiran dan memilih 1111AB. Setelah membuka formulir 1111AB, langkah yang harus dilakukan adalah Klik Bagian III —> Poin B —> Memasukan nominal PPN yang mau dikompensasi Masuk Lagi ke SPT —> Formulir Induk —> 1111 Pilih bagian —> Klik Butir —> Butir Selain PKP Pasal 9 ayat 4b PPN–>klik butir dikompenasikan ke masa pajak berikutnya. Lalu ke bagian VI , isi tempat dan tanggal sesuai tanggal hari ini —> Simpan. Setelah proses sudah selesai, masuk kembali ke posting, kemudian memilih masa pajak yang akan dibayar. Dalam pilihan ini, pengguna e-Faktur membuka SPT untuk diubah dan masuk lagi ke STP, masuk ke formulir 1111. Nah, dalam formulir 1111 Bagian II point D. pengguna e-Faktur bisa melihat nominal PPN yang harus dibayar nominalnya sudah berkurang dari tagihan sebelumnya.
DalamPasal tersebut, pajak masukan yang dapat dikreditkan hanya atas perolehan dan/atau impor barang modal. Selain itu, ditegaskan pula perolehan barang kena pajak (BKP) selain barang modal atau jasa kena pajak (JKP) sebelum PKP berproduksi tidak dapat dikreditkan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8) huruf j UU PPN.

Soal 1 PT. Swadaya Lestari merupakan salah satu perusahaan industri kerupuk KLU 10794. PT. Swadaya Lestari terkena dampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan angka penjualan menjadi menurun. Apabila PT. Swadaya Lestari hendak mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Bagaimana sistematika pengajuan permohonannya? Jawab PT. Swadaya Lestari termasuk kriteria lapangan usaha yang diperkenankan mendapatkan pengembalian pendahuluan melalui surat pemberitahuan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai PPN. Untuk pengajuan permohonan pengembalian pendahuluan, PT. Swadaya Lestari perlu mengisi formulir 1111 SPT Masa PPN pada Romawi II huruf H sebagai berikut Pada butir 2 dipilih 1 Butir Pengusaha Kena Pajak PKP Pasal 9 ayat 4b PPN, dalam hal pada Masa Pajak tersebut PKP melakukan kegiatan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat 4b UU PPN; atau 2 Butir Selain PKP Pasal 9 ayat 4b PPN, dalam hal pada Masa Pajak tersebut PKP tidak melakukan kegiatan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat 4b Undang-Undang UU PPN. Pada butir 3 dipilih butir dikembalikan restitusi dan memilih Khusus Restitusi untuk PKP Pasal 9 ayat 4c PPN dilakukan dengan Pengembalian Pendahuluan. Soal 2 PT. Mantap Jiwa merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa boga untuk acara pernikahan KLU 56210. Sejak pandemi Covid-19 merebak di Indonesia, banyak klien yang membatalkan acara pernikahan karena arahan dari pemerintah setempat. Oleh sebab itu, terdapat penurunan pendapatan yang signifikan yang dialami oleh PT. Mantap Jiwa. Bila PT. Mantap Jiwa menyampaiakan SPT Masa PPN Masa Pajak Maret 2021 dengan ringkasan sebagai berikut Tidak ada pajak keluaran yang harus dipungut sendiri oleh PKP selama bulan Maret 2021 karena tidak ada penyerahan jasa kena pajak selama masa pajak Maret 2021. Pajak masukan yang dapat diperhitungkan sebesar yang seluruhnya merupakan kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak Maret 2021. Bagaimana pemenuhan kewajiban PT. Mantap Jiwa supaya mendapatkan pengembalian pendahuluan karena kompensasi masa pajak sebelumnya? Jawab PT. Mantap Jiwa merupakan perusahaan yang termasuk dalam KLU yang dapat mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan atas kelebihan pembayaran PPN. Adapun pengembalian pendahuluan atas kelebihan pembayaran PPN sebesar dengan mencantumkan pilihan restitusi untuk PKP Pasal 9 ayat 4c dalam SPT Masa PPN Maret 2021.

rZUxKT7.
  • 4aeosfixku.pages.dev/143
  • 4aeosfixku.pages.dev/162
  • 4aeosfixku.pages.dev/378
  • 4aeosfixku.pages.dev/364
  • 4aeosfixku.pages.dev/318
  • 4aeosfixku.pages.dev/9
  • 4aeosfixku.pages.dev/85
  • 4aeosfixku.pages.dev/384
  • 4aeosfixku.pages.dev/105
  • selain pkp pasal 9 ayat 4b ppn